Trying To Conceive (Natural
Conception)
Tanggal 14
september, hari sabtu, saya dirujuk oleh dokter Anis Widyasari ke ahli
fertilitas bernama dokter Uki Retno B, Sp. OG (K) yang berlokasi di Klaten.
Kenapa sampai jauh ke Klaten? Karna saya hanya ingin diperiksa oleh dokter
perempuan, dan dokter Uki adalah rekomendasi ahli fertilitas terbaik menurut
dokter Anis. Singkat cerita, suami saya dapat nomor kontak dokter Uki, beliau
menyarankan untuk langsung datang ke RSI Klaten. Jadilah sabtu sore saya dan suami
pergi ke RSI Klaten. Jarak tempuh dari Jogja ke Klaten kurang lebih 1 jam
perjalanan dalam kondisi normal alias tidak macet. Karna baru pertama kali,
kami tidak tahu kalau ada 2 gedung yaitu gedung lama untuk pasien regular dan
gedung baru untuk pasien eksekutif. Kami parkir di depan gedung lama lalu jalan
agak jauh menuju gedung baru. Sesampainya di gedung baru kami tanya pak satpam
lalu diarahkan untuk masuk di ruang tunggu poliklinik eksekutif. Oleh perawat
saya ditanya riwayat medisnya, dicek tekanan darahnya, disuruh nimbang, lalu
diminta nunggu giliran dipanggil.
Tiba giliran saya
masuk, suami saya menyerahkan dokumen hasil analisis sperma dan HSG serta surat
rujukan dari dokter Anis. Dokter Uki memeriksa satu per satu sembari bertanya
sudah menikah berapa lama dan tindakan apa saja yang sudah dilakukan sejauh
ini. Setelah itu saya diminta berbaring karna akan diperiksa, oleh perawatnya
saya diberitahu kalau akan diperiksa lewat “bawah”. Omaigat, itu artinya akan
diUSG Transvaginal. Seketika rasanya takut banget karna terbayang saat dulu
HSG. Sungguh tidak nyaman, malu dan sakit. Singkat cerita, dokter memotret
hasil USG lalu mencetaknya. Dokter meresepkan obat Profertil (untuk 5 hari) dan
Inlacin (untuk sebulan). Kami diminta datang lagi hari kamis tanggal 19
september. Keluar dari ruang periksa rasanya sedih banget, ya Allah sebegininya
perjuangan kami harus sampai sejauh ini. Suami saya lalu pergi ke loket farmasi
untuk membayar tagihan dan menukar resep sementara saya menunggu sembari duduk
bersedih. Setelah mendapatkan obat, kami diskusi cukup lama di mobil sambil
menenangkan hati dan perasaan yang masih sedih.
Profertil
tab 50 mg (10 butir)
(Tablet 50 mg, Clomiphene
50 mg, 30 menit sesudah makan)
Inlacin
100 mg cap (30 butir)
(Lagerstroemia speciosa,
30 menit sesudah makan)
Poliklinik
eksekutif
|
125.000
|
USG
Transvaginal
|
147.500
|
R/
Profertil tab 50 mg
|
199.080
|
R/
Inlacin 100 mg cap
|
205.050
|
Total
|
676.630
|
Tanggal 19
september, hari kamis. Kami tiba di RSI kira-kira jam setengah 6 petang. Dokter
datang kira-kira jam 7 malam. Begitu tiba giliran, saya masuk ruang periksa,
langsung diUSG Transvaginal. Setelah melihat hasil USG, dokter menawarkan untuk
langsung injeksi mengingat usia pernikahan kami yang terbilang sudah cukup lama
yakni 5 tahun dengan konsekuensi harganya mahal. Suami saya mantap mengiyakan.
Dokter lalu meresepkan obat yang harus disuntikkan. Injeksi ini akan
berlangsung selama 4 hari berturut-turut dan dilakukan pada waktu yang sama.
Suami saya lalu pergi ke loket farmasi untuk membayar tagihan dan menukar
resep. Setelah mendapatkan obat, kami diminta kembali ke ruang periksa untuk
injeksi. Jarumnya kecil, dosisnya 75 ml, dan disuntikkan di perut secara
bergantian (hari pertama injeksi di perut bagian kanan). Butuh waktu beberapa
menit untuk saya menenangkan dan mempersiapkan diri. Rasanya agak sedikit
sakit, mungkin karna kaget dan belum terbiasa. Saya disuntik kira-kira jam
setengah 8 malam. Hari berikutnya kami minta tolong Mba Nanik (sekarang perawat
di RS NH, dulu teman SMA suami saya) untuk menyuntikkan (hari kedua injeksi di
perut bagian kiri). Saya disuntik kira-kira jam 8 malam.
Poliklinik
eksekutif
|
125.000
|
USG
Transvaginal
|
147.500
|
R/
Gonal – F 300 IU
|
2.571.965
|
Total
|
2.844.465
|
Tanggal 21 september,
hari sabtu. Kami tiba di RSI kira-kira jam 4 sore. Begitu tiba giliran, saya
masuk ruang periksa, langsung diUSG Transvaginal. Dokter memeriksa dan mengukur
diameter sel telur dan terlihat di layar hasilnya menunjukkan angka 12 mm,
padahal seharusnya 18 mm. Masih ada harapan karna obat masih tersisa 150 ml
untuk 2 hari yakni hari ini dan besok. Berhubung waktu periksanya lebih awal
maka jadwal injeksinya pun akhirnya maju 2 jam. Saya disuntik kira-kira jam
setengah 6 petang (hari ketiga injeksi di perut bagian kanan). Hari berikutnya
kami minta tolong Mba Nanik (sekarang perawat di RS NH, dulu teman SMA suami
saya) untuk menyuntikkan (hari keempat injeksi di perut bagian kiri). Saya
disuntik kira-kira jam setengah 7 petang.
Poliklinik
eksekutif
|
125.000
|
USG
Transvaginal
|
147.500
|
Total
|
272.500
|
Tanggal 23
september, hari senin. Kami tiba di RSI kira-kira jam setengah 6 petang. Saat
itu tidak terlalu banyak calon pasien, hanya ada 4 pasang suami istri. Biasanya,
dokter datang kira-kira jam 7 malam, namun sampai jam setengah 8 malam belum
ada kabar dan kami diminta menunggu oleh perawatnya. Jam 8 malam dokter
mengabarkan bahwa beliau harus melakukan prosedur operasi Caesar pada pasien
yang sudah d vacuum namun gagal. Ketiga calon pasien mohon diri untuk pulang
dan indent daftar untuk besok pagi. Tinggallah saya dan suami. Tepat jam 9 malam
dokternya datang. Begitu dipanggil, saya masuk ruang periksa, langsung diUSG
Transvaginal. Dokter memeriksa dan mengukur diameter sel telur dan terlihat di
layar hasilnya menunjukkan angka 14 mm, masih kurang 4 mm lagi. Akhirnya dokter
meresepkan untuk injeksi lagi namun dengan obat yang berbeda dan harus dioplos
terlebih dahulu. Karna bagian farmasi eksekutif sudah tutup maka kami pergi ke
bagian farmasi regular di gedung lama. Setelah membayar tagihan dan menukar
resep, kami naik lift ke lantai 2 menuju ruang poliklinik nomor 11. Saat saya
berbaring, perawat menyiapkan suntikan dan mengoplos obatnya. Saya disuntik di
perut bagian kanan kira-kira jam setengah 10 malam. Dengan jarum yang lebih
besar dan lebih panjang, rasanya aduhai sakitnya dan pegel. Butuh beberapa
menit untuk saya menunggu hingga rasa sakitnya agak berkurang.
Poliklinik
eksekutif
|
125.000
|
USG
Transvaginal
|
147.500
|
Injecti
Kenacort Intradermal
|
54.000
|
R/
Menopur Inj
|
1.410.826
|
R/
Spuit 3 cc terumo
|
10.722
|
R/
Needle 23 TRM
|
1.914
|
Total
|
1.749.962
|
Tanggal 24
september, hari selasa, kami minta tolong Mba Nanik (sekarang perawat di RS NH,
dulu teman SMA suami saya) untuk menyuntikkan (hari kedua injeksi di perut
bagian kiri). Saya disuntik kira-kira jam setengah 8 malam di RS NH. Rasanya
aduhai sakitnya dan pegel. Butuh beberapa menit untuk saya menunggu hingga rasa
sakitnya agak berkurang.
Tanggal 25 september,
hari rabu. Kami tiba di RSI kira-kira jam 6 petang. Dokter datang kira-kira jam
7 malam. Begitu tiba giliran, saya masuk ruang periksa, langsung diUSG
Transvaginal. Dokter memeriksa dan mengukur diameter sel telur, hasilnya bagus
dan siap dibuahi. Kami pun ditanya apakah akan inseminasi alami atau buatan?
Berhubung kami awam dunia kesehatan, kami pun meminta saran terbaik dari
dokter. Menurut pendapat dokter Uki, karna tindakan yang dilakukan untuk saya
sudah sejauh ini maka lebih baik langsung inseminasi buatan, mengingat usia
pernikahan kami yang sudah cukup lama. Setelah konsultasi masalah biayanya,
suami saya mantap mengiyakan untuk tindakan inseminasi buatan. Dokter lalu
meresepkan obat yang harus disuntikkan untuk memecah sel telur. Suami saya lalu
pergi ke loket farmasi untuk membayar tagihan dan menukar resep. Setelah
mendapatkan obat, kami diminta kembali ke poli eksekutif guna diberitahu cara
menyuntikkan obatnya dan cara menyimpannya.
Poliklinik
eksekutif
|
125.000
|
USG
Transvaginal
|
147.500
|
R/
Ovidrel 250 micrograms
(Choriogonadotropin
alfa)
|
914.691
|
Total
|
1.187.191
|
Tanggal 26
september, hari kamis, kami ke rumah Mba Nanik untuk minta tolong menyuntikkan
obat Ovidrel. Saat pertama diberitahu dosis obatnya, Mba Nanik tercengang. Hal
itu membuat saya khawatir, jangan-jangan bakal sakit rasanya. Lalu saya
berbaring sembari menunggu Mba Nanik menyiapkan obatnya. Setelah obat berhasil
disuntikkan, benar dugaan saya, rasanya sungguh luar biasa, pegelnya minta
ampun, sampai meleleh air mata saya. Mba Nanik mencoba menenangkan dengan
mengusap-usap punggung tangan saya. Cukup lama rasa nyerinya, kira-kira setelah
5 menit saya baru bisa duduk. Saya disuntik kira-kira jam 8 pagi. Kami tidak
bias berlama-lama di sana karna sebentar lagi Mba Nanik masuk shift siang, kami
pun pulang. Ini adalah injeksi terakhir sebelum tindakan IUI.
Assisted Reproduction
IUI (Intra-Uterine
Insemination)
Tanggal 27
september, hari jumat. Kami berangkat dari rumah kira-kira jam 2 siang. Sebelum
berangkat ke RSI kami mengabarkan perihal inseminasi ini ke keluarga, saudara,
dan rekan-rekan di sekolah sekaligus mohon doa dan mohon dimaafkan segala salah
dan khilaf. Tidak kami duga, ternyata banyak sekali rekan kerja yang
mengirimkan doa agar proses inseminasi ini berjalan lancar dan diberikan hasil
yang terbaik. Rasanya trenyuh, terharu, bikin pengen nangis, sedemikian besar
rasa kepedulian dan perhatian mereka. Semoga Allah SWT mengabulkan doa-doa baik
kita, aamiin.
Jam 3 sore kami
masih dalam perjalanan, karna sudah masuk waktu ashar, maka kami pun mampir ke
masjid untuk sholat ashar. Kira-kira jam 4 sore, kami tiba di rumah sakit dan
langsung menuju ke loket pendaftaran di gedung lama. Setelah mendapat print out
nomor pendaftaran, kami langsung menuju ke ruang laboratorium. Ternyata hari
itu akan ada 2 pasang pasutri yang akan melakukan tindakan inseminasi. Calon
pasien yang pertama namanya Mba Dewi, dan kami yang kedua, sehingga kami
diminta untuk menunggu terlebih dahulu sampai tindakan untuk calon pasien
pertama selesai dilakukan. Sembari menunggu dipanggil, kami diminta menyebutkan
tanggal lahir dan nomor telepon yang bias dihubungi.
Saat tiba giliran
kami, seorang perawat laki-laki membawa kami masuk ke sebuah ruangan namanya
recovery room. Ruangan tersebut terbagi menjadi 2 yang dipisahkan oleh pintu.
Ruangan bagian depan berisi single bed ala rumah sakit, sedangkan ruangan
bagian belakang berisi king bed size ala rumah tangga, wastafel, dan kamar
mandi. Sejenak perawat tersebut meminta kami untuk duduk dan mendengarkan
arahannya. Dijelaskan bahwa suami saya harus mengeluarkan seluruh spermanya,
harus semuanya, lalu ditampung dalam wadah semacam botol transparan ukuran
sedang. Kami diminta mengingat dan mencatat jam/ waktu saat ejakulasi terjadi. Agar
suami bias ejakulasi maka istri boleh membantu, namun kami dilarang melakukan
hubungan intim. Begitu nanti perawatnya keluar, kami diingatkan agar menutup
dan mengunci pintunya. Setelah selesai memberikan penjelasan, perawat laki-laki
tersebut pun pamit keluar. Sungguh geli rasanya mendengarkan penjelasan
mengenai hal-hal intim begitu dari orang lain di depan suami sendiri. Menurut
pendapat suami saya, tindakan seperti itu justru lebih syariah karna istri
diperkenankan masuk dan membantu proses ejakulasi. Dulu pengalaman suami ketika
analisis sperma, istri tidak boleh masuk, bahkan oleh perawat diputarkan film
erotis sehingga memunculkan fantasi liar.
Singkat cerita,
suami saya berhasil ejakulasi pukul 16.44, angka cantik serba 4. Karna suami
saya perlu membersihkan diri, maka saya bawa hasil sperma tersebut ke
laboratorium. Setelah saya serahkan, saya diberitahu bahwa sperma tersebut akan
segera diproses, dan bila nanti prosesnya sudah selesai, hasilnya akan langsung
diantarkan ke poli eksekutif kira-kira jam 7 malam. Dan selama menunggu hingga
waktu tersebut, kami diperbolehkan untuk mandi wajib, lanjut sholat maghrib.
Selesai sholat maghrib, kami langsung menuju ke poli eksekutif. Awalnya kami
diminta melengkapi dokumen yang harus dikumpulkan berupa fotokopi KTP, KK, dan
surat nikah. Setelah dicek tekanan darah kami berdua, suami saya diminta untuk
kembali ke loket pendaftaran guna mendaftarkan diri dan mengisi formulir.
Sekembalinya suami dari loket pendaftaran, kami mendapat kartu periksa lengkap
dengan name kami masing-masing dan nomor rekam medis. Selanjutnya kami diminta
untuk menuliskan data diri pada form kesediaan tindakan medis lengkap dengan
tanda tangan kami berdua. Berhubung saya kepo, banyak hal yang saya tanyakan ke
perawatnya, dan kesimpulannya adalah:
1)
Proses tindakan IUI
dilakukan kurang lebih 30 menit kalau bias tenang dan rileks
2)
Tidak didahului
dengan USG TransVaginal
3)
Akan dibekali obat
penguat rahim yang harus dimasukkan lewat vagina
4)
Suami juga akan
dibekali obat tersendiri
Selesai mendengar
adzan, lalu kami bergegas sholat isya, khawatir kalau-kalau dokternya keburu datang.
Selama menunggu tindakan IUI pasien pertama, sudah tak terhitung lagi berapa
kali saya keluar masuk toilet, saking tegangnya. Kira-kira jam setengah 9
malam, giliran saya dipanggil, takut banget rasanya. Kali ini saya diminta
masuk ke ruang inseminasi, bukan lagi ruang periksa seperti biasanya. Saya
diminta melepas celana dan celana dalam lalu berbaring di atas bed untuk
persalinan dan memakai selimut. Sembari menunggu dokter Uki datang, perawat
menyiapkan alat-alat yang akan digunakan, sayangnya alat-alat tersebut ditutup
oleh kain sehingga saya tidak bias melihatnya dengan jelas. Ketika dokter Uki
datang, saya diminta untuk menaikkan kedua kaki, lalu suami diminta untuk duduk
di sebelah kanan saya, sementara dokter Uki menyalakan lampu sorot lalu memakai
handscoen. Proses tindakan IUI diawali dengan membersihkan organ intim dengan
cairan (entah apa namanya, mungkin antiseptic). Setelah itu dokter memasukkan
alat berupa cocor bebek, di sinilah rasa sakit itu dimulai. Karna saya tegang,
maka alhasil alat tersebut tidak bias masuk. Akhirnya dokter memilihkan alat
dengan ukuran yang paling kecil special untuk saya, special di hari ulang tahun
beliau. Reflex saya ucapkan barakallah fii umrik dokter, dan itu cukup untuk
sejenak mengalihkan perhatian saya. Setelah itu saya tidak tahu lagi alat apa
saja yang dimasukkan lewat vagina saya, yang jelas hanya rasa sakit yang saya
rasakan, seperti ditusuk berkali-kali. Meskipun yang keluar dari mulut saya
adalah ucapan istighfar, namun saya ucapkan dengan teriak, karna saking
sakitnya. Berulangkali suami saya mengingatkan agar saya tidak berteriak,
khawatir nanti akan mengganggu konsentrasi dokter Uki, tapi saya betul-betul
tidak bias menahan rasa sakitnya. Entah apa yang ditanyakan oleh perawat ke
suami saya, dan entah apa yang ditanyakan oleh dokter ke perawat di samping
kiri saya, yang jelas saat itu yang saya inginkan hanyalah proses tersebut
cepat selesai. Akhirnya puncak dari rasa sakit adalah ketika alat cocor bebek
tersebut dilepaskan, sungguh nyeri rasanya. Tak lupa saya ucapkan terima kasih
dan permintaan maaf pada dokter Uki atas kehebohan ulah saya yang tidak bisa
menahan rasa sakit.
Begitu semua alat
selesai dicabut, dokter Uki memanggil suami saya. Dijelaskan bahwa IUI adalah
tindakan menyemprotkan sperma ke mulut Rahim, hanya mendekatkan sperma ke ovum,
bukan mempertemukan, sehingga diharapkan sperma dapat bertemu ovum dengan
sendirinya.
Sementara dokter Uki
memberikan penjelasan, ternyata tindakan untuk saya belum berakhir. Perawat
menjelaskan bahwa saya harus diberi obat penguat rahim yang harus dimasukkan
lewat vagina. Tetapi karna saya baru saja selesai tindakan IUI, maka khusus
hari itu obat akan dimasukkan secara rektal atau melalui anus. Tanpa basa basi,
perawat langsung membuka segel obat, meminta saya menarik nafas panjang, lalu
memasukkan obat tersebut ke anus saya, sakit. Selesai tindakan, perawat mencuci
semua peralatan sembari menjelaskan bahwa kami diberi 1x kesempatan untuk
berhubungan intim yaitu pada hari minggu, jamnya terserah bias pagi, siang,
sore atau malam, dan jangan lupa memasukkan obat vaginal sebelum tidur. Sebelum
keluar, saya diminta untuk tetap berbaring selama 15 menit.
Begitu dokter Uki
dan perawat keluar ruangan, pecahlah tangis saya. Sungguh terharu, sebegininya
perjuangan saya agar bias hamil. Hari itu untuk pertama kalinya suami saya
melihat perjuangan saya dari awal sampai akhir, karna saat dulu HSG suami tidak
diperkenankan masuk ke ruang tindakan. Agar sedikit tenang, saya meminta suami
saya untuk bersama-sama murojaah juz 30, walaupun pada akhirnya air mata saya
tetap meleleh juga. Kira-kira jam setengah 10 malam, suami saya diminta untuk
membayar tagihan dan menukar resep, ada 2 macam obat untuk saya dan 1 macam
obat untuk suami saya. Saya sendiri sudah diperbolehkan duduk dan memakai
celana. Kami keluar dari ruang tindakan menuju ke tempat parker. Perjalanan
kurang lebih selama 1 jam menuju jogja. Kami mampir beli sate dan tongseng
karna sedari ashar kami belum makan nasi, hanya sempat makan siomay, tetapi
karna jumlah antriannya banyak, jadilah kami menunggu cukup lama. Tepat jam 12
tengah malam kami sampai di rumah.
Methylprednisolone
4 mg (15 butir)
|
125.000
|
Cygest
Progesterone 400 mg (15 pesari)
|
147.500
|
Oligocare
Tablets (30 tablets)
|
125.000
|
gimana mbk hasilnya...oh ya biaya inseminasi berapa klo boleh tau,,saya jg lg mau nyoba insem k dokter uki soalnya...blez ya
BalasHapusHasilny belum berhasil
Hapus