Guest Teacher
Hari Senin lalu
tanggal 15 April 2019, kita kedatangan guru tamu dari Australia. Namanya Mr.
Naser. Orangnya ramah, santun, dan komunikatif.
Beliau diberi
kesempatan untuk mengajar di Esluha Timoho selama tiga hari, yaitu senin,
selasa, dan kamis. Sebagian besar saya ikut mendampingi beliau selama di kelas.
Banyak hal yang saya pelajari dari beliau, di antaranya the way he greets the
students, the way he teaches the students, the way he manages the class, the
way he controls the naughty boys, the way he approaches the shy students, the
way he plays the games, the way he appreciates the students’ work, the way he
cheers up the loser team, etc.
Rasanya ga cukup
sehari buat belajar dari beliau. Satu hal yang paling mengesankan dari beliau
adalah hatinya yang mulia. Serasa tertampar diri ini, malu saya. Ternyata
beliau rela jauh-jauh datang ke sini hanya demi agar bisa beramal. He doesn’t
want to stand in front of Allah with empty hand. Beliau bercerita bahwa di Aussie
sana tidak ada kaum dhuafa, tidak ada anak yatim, tidak ada orang miskin, semua
rakyatnya sudah hidup berkecukupan, sehingga beliau kesusahan ketika hendak
menunaikan kewajiban membayar zakat. Sejak tahun 2013 beliau selalu datang ke
Indonesia hanya untuk membayar zakat. Padahal jumlah zakat yang beliau bayarkan
dengan biaya akomodasi (tiket pesawat pulang–pergi, penginapan, transportasi
pulang–pergi, dll) yang beliau keluarkan tak sebanding. Beliau bayar zakat senilai dua juta, sedangkan
biaya akomodasinya sebesar delapan juta, omaigad. Tergelitik saya mendengar
perjuangan beliau dalam menunaikan kewajibannya sebagai seorang muslim.
Hal yang sama juga
terjadi ketika hari raya qurban. Karena di Aussie sana tidak ada rakyat miskin,
dan percuma kalau memberikan daging qurban karena mereka mampu membelinya
sendiri, maka lagi-lagi beliau repot–repot datang ke Indonesia untuk membeli
daging qurban, lalu menyembelihnya, dan membagi-bagikannya ke rakyat miskin. So,
he travels to Indonesia twice a year and it repeats every year. Sedih atau
bangga?
Sedih melihat
kenyataan bahwa, rakyat Indonesia masih jauh dari kata sejahtera. Bangga karena
kita membukakan jalan agar orang lain bisa beramal. Beliau bercerita bahwa
suara adzan di Aussie adalah hal yang langka karena setiap kecamatan hanya ada
satu masjid, sehingga masyarakat muslim di sana sudah terbiasa mendirikan
sholat di manapun mereka berada saat itu, bahkan sampai tak peduli arah kiblat,
yang penting sudah masuk waktu sholat. Sedangkan di sini, he can easily find
mosque in every corner, dan suara adzan terdengar dari mana–mana. Then which of
the favors of your Lord will you deny?