Minggu, 21 April 2019

Pasca HSG


Pasca HSG

Hari Sabtu ini tanggal 20 April 2019, agendanya mau menghadiri doa bersama kelas 6 di masjid UIN SUKA. Tepat hari ini saya sudah telat haid 9 hari dari tanggal semestinya haid, dan karena penasaran saya sudah 2x testpack, namun sayang hasilnya masih negatif. Karena ga ada pertanda bakal haid, saya pun tidak antisipasi bawa pembalut dan extra undies buat jaga-jaga. Mendadak di tengah-tengah acara perut mules nyeri ga karuan, sampai akhirnya haid beneran. Ya Allah, sedih rasanya. Kembali terngiang tes HSG kemaren.
Husnudzon
Ikhtiar lagi
Sesuai pesan dr. Anis, jika bulan berikutnya datang haid, maka saya akan diinduksi lagi. Sorenya, beliau meresepkan obat untuk saya minum.
Farmasi:                                                                                                 Harga:
GP – FERTIL CLOMIFENE CITRATE 50 mg (5 tablet)                           144.000

Guest Teacher


Guest Teacher

Hari Senin lalu tanggal 15 April 2019, kita kedatangan guru tamu dari Australia. Namanya Mr. Naser. Orangnya ramah, santun, dan komunikatif.

Beliau diberi kesempatan untuk mengajar di Esluha Timoho selama tiga hari, yaitu senin, selasa, dan kamis. Sebagian besar saya ikut mendampingi beliau selama di kelas. Banyak hal yang saya pelajari dari beliau, di antaranya the way he greets the students, the way he teaches the students, the way he manages the class, the way he controls the naughty boys, the way he approaches the shy students, the way he plays the games, the way he appreciates the students’ work, the way he cheers up the loser team, etc.

Rasanya ga cukup sehari buat belajar dari beliau. Satu hal yang paling mengesankan dari beliau adalah hatinya yang mulia. Serasa tertampar diri ini, malu saya. Ternyata beliau rela jauh-jauh datang ke sini hanya demi agar bisa beramal. He doesn’t want to stand in front of Allah with empty hand. Beliau bercerita bahwa di Aussie sana tidak ada kaum dhuafa, tidak ada anak yatim, tidak ada orang miskin, semua rakyatnya sudah hidup berkecukupan, sehingga beliau kesusahan ketika hendak menunaikan kewajiban membayar zakat. Sejak tahun 2013 beliau selalu datang ke Indonesia hanya untuk membayar zakat. Padahal jumlah zakat yang beliau bayarkan dengan biaya akomodasi (tiket pesawat pulang–pergi, penginapan, transportasi pulang–pergi, dll) yang beliau keluarkan tak sebanding.  Beliau bayar zakat senilai dua juta, sedangkan biaya akomodasinya sebesar delapan juta, omaigad. Tergelitik saya mendengar perjuangan beliau dalam menunaikan kewajibannya sebagai seorang muslim.

Hal yang sama juga terjadi ketika hari raya qurban. Karena di Aussie sana tidak ada rakyat miskin, dan percuma kalau memberikan daging qurban karena mereka mampu membelinya sendiri, maka lagi-lagi beliau repot–repot datang ke Indonesia untuk membeli daging qurban, lalu menyembelihnya, dan membagi-bagikannya ke rakyat miskin. So, he travels to Indonesia twice a year and it repeats every year. Sedih atau bangga?

Sedih melihat kenyataan bahwa, rakyat Indonesia masih jauh dari kata sejahtera. Bangga karena kita membukakan jalan agar orang lain bisa beramal. Beliau bercerita bahwa suara adzan di Aussie adalah hal yang langka karena setiap kecamatan hanya ada satu masjid, sehingga masyarakat muslim di sana sudah terbiasa mendirikan sholat di manapun mereka berada saat itu, bahkan sampai tak peduli arah kiblat, yang penting sudah masuk waktu sholat. Sedangkan di sini, he can easily find mosque in every corner, dan suara adzan terdengar dari mana–mana. Then which of the favors of your Lord will you deny?